Global Warming di Indonesia
Menurut laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) bahwa suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 1,1 s.d. 6,4°C selama seratus tahun terakhir sejak pertengahan abad ke-20 yang disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca.
Di Indonesia, penghasil emisi gas-gas rumah kaca terbesar di sektor energi dan kehutanan. Pada tahun 1990 kehutanan dan tata guna lahan menghasilkan 42,5% dari total emisi gas-gas rumah kaca, sementara dari sektor energi menghasilkan 40,9%, kemudian diikuti oleh emisi sektor pertanian (13,4%), industri (2,4%) dan limbah (0,8%).
Kegiatan konversi hutan dan pembukaan lahan adalah kegiatan yang paling banyak menghasilkan emisi gas-gas rumah kaca khususnya CO2. Hal ini terjadi karena dalam proses perubahan lahan, banyak dilakukan pembakaran biomassa (sisa-sisa pohon seperti cabang, ranting dan daun) dan pembakaran hutan. Pembakaran inilah yang menghasilkan lebih dari sepertiga total emisi gas-gas rumah kaca dari seluruh sektor.
Pada sektor energi, sebagian besar emisi CO2 dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil. Selain gas CO2, pembakaran bahan bakar fosil juga menghasilkan gas NO yang merupakan gas-gas rumah kaca dengan potensi pemanasan global yang tinggi (320 kali lipat gas CO). Pembakaran bahan bakar fosil berlangsung pada kendaraan bermotor dan generator-generator penghasil listrik.
Sektor pertanian menjadi penyumbang emisi gas metan (CH4) terbesar. Emisi gas metan dihasilkan oleh lahan lahan padi, peternakan, pembakaran residu pertanian dan padang sabana.
Kalau gas-gas rumah kaca ini dibiarkan terus menerus, maka suhu di Indonesia akan naik sekitar 20C pada tahun 2050. Di Indonesia, saat ini disinyalir telah terjadi pemanasan global yang mencapai 6,3-6,50C. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah nyata dari semua pihak untuk mencegah terjadinya pemanasan global tersebut, termasuk lembaga pendidikan (baca: sekolah), salah satunya dengan mengembangkan program Green School.
Konsep Green School
Secara harfiah Green School berarti sekolah hijau, namun sebenarnya memiliki makna yang lebih luas dari arti harfiahnya. Green School bukan hanya tampilan fisik sekolah yang hijau/rindang, tetapi wujud sekolah yang memiliki program dan aktivitas pendidik-an mengarah kepada kesadaran dan kearifan terhadap lingkungan hidup. Green School yaitu sekolah yang memiliki komitmen dan secara sistematis mengembangkan program-program untuk menginternalisasikan nilai-nilai lingkungan ke dalam seluruh aktifitas sekolah.
Tampilan fisik sekolah ditata secara ekologis sehingga menjadi wahana pembelajaran bagi seluruh warga sekolah untuk bersikap arif dan berperilaku ramah lingkungan. Program pendidikan dikemas secara partisipatif penuh, percaya pada kekuatan kelompok, mengaktifkan dan menyeimbangkan feeling, acting, dan thinking, sehingga tiap individu bisa merasakan nilai keagungan inisiasinya. Secara konsep kelompok didorong untuk mampu melahirkan visi bersama dengan memahami apa yang menjadi penting (definisi), menemukan dan mengapresiasi apa yang telah ada dan tentunya itu terbaik (discovery), menemukan apa yang semestinya ada (dream), menstrukturkan apa yang ada (design) dan merawatnya hingga menjadi ada (destiny), sehingga hasilnya akan melampaui dari apa yang dinginkan dan sangat sinergi dengan konteks realitas yang ada dalam kehidupan sekolah.
Sebenarnya memahami makna Green School yang seharusnya adalah “berbuat untuk menciptakan kualitas lingkungan sekolah yang kondusif, ekologis, lestari secara nyata dan berkelanjutan, tentunya dengan cara-cara yang simpatik, kreatif, inovatif dengan menganut nilai-nilai dan kearifan budaya lokal “.
Program Green School
Sugeng Paryadi dari P4TK Pertanian Cianjur dalam modul yang berjudul Konsep Lingkungan Sekolah, menawarkan tiga program praktis Green School: Program Kurikuler, Program Ekstrakurikuler, dan Program Pengelolaan Lingkungan.
Pertama, Program Kurikuler. Pembelajaran lingkungan hidup di Indonesia ditempuh dengan strategi pembelajaran terintegrasi. Pembelajaran lingkungan hidup tidak dikemas dalam bentuk mata diklat (mata pelajaran), namun diintegrasikan ke seluruh mata diklat dalam struktur program kurikulum yang berlaku.
Melalui strategi pembelajaran terintegrasi, diharapkan siswa memperoleh pengalaman langsung dan aplikatif dari konsep lingkungan hidup. Selanjutnya diharapkan dapat menambah kekuatan pemahaman, ketrampilan dalam penerapan dan kepekaan analisis kemungkinan serta penemuan alternatif pemecahan masalah. Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi siswa.
Kedua, Program Ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler diarahkan kepada pembentukan sikap peduli terhadap pelestarian fungsi lingkungan, dengan menambah pengetahuan melalui Diskusi Ilmiah Lingkungan Hidup, pembinaan sikap melalui kegiatan nyata “Pencinta Alam” dan Lomba Karya Ilmiah Lingkungan.
Diskusi Ilmiah Lingkungan Hidup merupakan salah satu pilihan kegiatan ekstrakurikuler yang dimaksudkan untuk memberi pengetahuan dan wawasan kepada siswa tentang lingkungan hidup. Ruang lingkup materi diskusi dapat dipilih materi-materi yang sedang menjadi kasus aktual, misalnya masalah banjir, pemanasan global, bencana alam, dan sebagainya. Materi diskusi dapat disampaikan oleh orang-orang yang kompeten, baik dari dalam maupun dari luar sekolah. Kegiatan diskusi ilmiah lingkungan hidup dapat dilaksanakan pada waktu-waktu yang tepat dengan peringatan lingkungan hidup, misalnya Hari Bumi.
Materi Pecinta Alam dikemas dari komponen lingkungan hidup yang potensial timbul masalah atau kasus-kasus lingkungan yang sedang hangat di masyarakat. Ruang lingkup materi meliputi diskripsi objek jelajah, masalah-masalah lingkungan hidup yang timbul, pencegahan dan penanggulangannya, bentuk-bentuk pemberdayaan, serta cara meyikapinya. Pelaksanaan Pecinta Alam dapat dilakukan diluar ruangan dengan memanfaatkan laboratorium alam secara berkelompok. Kegiatan Pencinta Alam yang dikemas dalam paket ekstrakurikuler di sekolah merupakan bentuk kegiatan yang inovatif, produktif dan rekreatif. Diharapkan dapat menjadi wahana pembinaan sikap peduli lingkungan dan dapat memberi tambahan ketrampilan-ketrampilan praktis yang bermanfaat, serta dapat menjadi wahana pembelajaran kecakapan hidup (life skill learning).
Kegiatan Lomba Karya Ilmiah Lingkungan sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler dimaksudkan untuk pembinaan prestasi di bidang lingkungan hidup bagi para siswa. Lomba karya ilmiah lingkungan dapat berupa, lomba karya ilmiah dengan tema Lingkungan Hidup, lomba pengelolaan lingkungan antar Program Keahlian, lomba mengarang, lomba membuat poster, lomba perancangan dan sebagainya. Materi lomba dapat disesuaikan dengan Program Keahlian yang dimiliki oleh sekolah, isu lingkungan hidup dan atau kondisi lingkungan sekitar sekolah. Pelaksanaan lomba dapat berkelompok atau perorangan disesuaikan dengan materi atau jenis lomba. Jenis lomba tertentu dapat dilaksanakan secara periodik, tepat pada peringatan hari-hari besar tertentu.
Ketiga, Program Pengelolaan Lingkungan. Perilaku peduli lingkungan merupakan hasil dari proses belajar dan pembiasaan secara terus menerus, yang dimulai dari usia dini. Pembelajaran Lingkungan Hidup di sekolah ditempuh dengan pelaksanan program kurikuler dan ekstrakurikuler.
Upaya peningkatan efektivitas pembelajaran yang mengarah kepada pembentukan perilaku bagi siswa, ditempuh dengan pendekatan pembelajaran yang aplikatif dan materi yang menyentuh kehidupan anak sehari-hari. Sedangkan lingkungan kehidupan sekolah harus dapat menjadi wahana pembiasaan berperilaku peduli lingkungan sehari-hari.
Green School merupakan wujud sekolah yang dikemas sedemikian rupa sehingga seluruh aspek dari program sekolah diarahkan kepada pembelajaran dan pembiasaan peduli lingkungan. Komponen lingkungan yang menjadi objek pengelolaan meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Pengelolaan fisik meliputi pengelolaan lahan sekolah (ploting lahan, upaya konservasi, kebersihan dan penghijauan), pengelolaan limbah (aplikasi konsep penanganan sampah dan limbah cair), pengelolaan air, dan pengelolaan energi. Pengelolaan lingkungan sosial meliputi kekeluargaan, keagamaan, keamanan dan seni budaya. Tatanan kehidupan sosial disekolah dibentuk menjadi wahana pembiasaan perilaku-perilaku sosial yang positif bagi siswa, seperti disiplin, kerjasama, kepedulian, keberanian, kejujuran, menghargai orang lain dan sportivitas serta mengangkat kearifan budaya lokal.
Kalau semua konsep Green School ini diterapkan di setiap jenjang satuan pendidikan maka emisi gas rumah kaca yang menyebabkan bumi kita semakin panas akan semakin berkurangi. Inilah kontribusi nyata pendidikan dalam mencegah terjadinya global warming